Ingin harga jual gabah menjadi wah? Mari terapkan mekanisasi.
Peranan mekanisasi tidak bisa diabaikan lagi. Selain mengurangi kehilangan hasil, mekanisasi meningkatkan mutu gabah dan beras yang dihasilkan. Ujung-ujungnya, keuntungan yang diterima petani akan menjadi tinggi. Tidak percaya?
Harga Bersaing
Menurut Raswin Widjaja, Presiden Direktur PT Tri Mitra Sukses Bersama, penanganan pascapanen padi terdiri dari dua tahap. Tahap pertama sejak pemanenan hingga penyimpanan dan tahap kedua proses penggilingan gabah menjadi beras di pabrik beras (Rice Milling Unit, RMU).
Untuk memanen padi secara mekanik, petani bisa menggunakan alat pemotong padi (paddy reaper), alat perontok padi (thresher), atau alat pemotong padi sekaligus perontok bulir padi (combine harvester). Gabah yang telah dirontokkan, dikeringkan menggunakan alat pengering (dryer). Agar kualitas gabah tetap terjaga dan terhindar dari serangan hama seperti kutu, ulat, atau tikus, gabah kering itu harus disimpan di dalam gudang (silo) yang memiliki pengaturan suhu udara. Selanjutnya, gabah kering itu digiling menjadi beras dan siap dipasarkan.
Raswin menerangkan, RMU yang bagus akan menghasilkan beras kualitas premium. Beras premium dengan harga bersaing yang diminati konsumen akan mendorong kenaikan harga dan permintaan gabah. Ujungnya, sektor hulu pun ikut bergairah. Petani akan semangat menanam padi. Sebelum memasuki RMU, beras berkualitas bisa dihasilkan setelah melalui tahapan pengeringan dan penyimpanan yang terkontrol.
Fikri Ramadhan, Indonesia Local Assistant MANAGER Han-A System Co. Ltd. mengatakan, “Kalau beras asalan (rusak) dibawa ke pasar atau ke pabrik yang besar untuk dijual, ini murah sekali. Paling cuma dihargai Rp3.000 - Rp4.000/kg.” Sementara, saat ini masyarakat berani membayar hingga Rp10 ribu/kg untuk mendapatkan beras yang bagus.
Mohamach Abdoula, Direktur Pengembangan Bisnis PT Vietindo Jaya menimpali, penggunaan mekanisasi selain menyelamatkan hasil dan meningkatkan kualitas panen, juga bisa mendongkrak pendapatan petani. “Dengan alat, petani yang biasanya jual beras hanya Rp4.000/kg sekarang bisa jual beras Rp6.000/kg. Spare Rp2.000/kg. Di situlah yang namanya merebut margin pertanian,” tukasnya bersemangat.
Kurangi Susut Hasil
Udhoro Kasih Anggoro, Dirjen Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian menerangkan, mekanisasi pertanian turut memberi dampak pada upaya penurunan kehilangan hasil saat panen. Studi susut hasil panen dan pascapanen menunjukkan, panen menggunakan sabit biasa dan perontokan dengan gebot akan susut sebesar 8,1% - 9,4%, sedangkan panen menggunakan sabit bergerigi sebesar 7,8%.
Dibanding menggunakan sabit biasa, pemanenan dengan sabit bergerigi bisa menyelamatkan susut hasil sebesar 0,95%. Aplikasi mesin panen (reaper) yang diikuti mesin perontok (thresher), akan menurunkan susut hasil saat panen menjadi 6,1% - 6,7%. “Dengan demikian, potensi penyelamatan susut hasil dari kegiatan panen sampai menjadi gabah kering panen yang dapat dicapai rata-rata sebesar 2,35%,” tukas Anggoro.
W. Shinta A., Marketing MANAGER PT Om Hwahaha, produsen mesin panen padi multifungsi di Gresik, Jatim, memaparkan, pemanfaatan mesin panen, kehilangan padi hanya sekitar 1% - 3%. Pasalnya, setelah dipotong padi langsung ditransfer ke perontok sehingga kehilangan bulir padi dapat terminimalisasi. Selain itu, tidak adanya batang padi yang tidak terpotong membuat kehilangan butir padi menjadi sangat kecil. “Jadi dengan memakai mesin panen, hasil panen yang dapat diselamatkan sekitar 5% - 12%,” jelas Shinta.
Selain itu, mekanisasi pertanian turut membantu menyelesaikan persoalan kurangnya tenaga kerja di bidang pertanian dan mempercepat proses pemanenan. Penggunaan mesin panen padi dapat mengurangi pemakaian tenaga kerja dari kisaran penggunaan tenaga kerja 30 - 50 HOK (Hari Orang Kerja)/ha menjadi hanya 3 orang per mesin pemanen. Satu unit mesin pemanen padi dapat memanen padi seluas 4-6 ha/hari sehingga sangat membantu kecepatan dan efisiensi panen padi.
Tiga Kali Panen Balik Modal
Selain paddy reaper dan thresher, penggunaan combine harvester cukup diminati. Aktivitas petani menggunakan Combine harvester yang lalu lalang memanen padi bukan lagi pemandangan asing di Provinsi Sulawesi Selatan, seperti di Kota Sengkang, Kab. Sidrap, dan Kab. Bone. Selain petani, pemilik pabrik beras (RMU) pun ikut membeli combine harvester agar tidak kehabisan suplai padi yang tersedia di lapang. Pengusaha beras itu memberikan jasa pemanenan secara gratis demi beroleh gabah dari petani.
Kondisi ini diamini Dr. Abi Prabowo, Peneliti Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBPMP), Serpong, Badan Litbang Pertanian. Abi menambahkan, di Sidrap ada satu kecamatan yang memiliki 30 unit combine harvester. ”Di sana dipakai berukuran besar, harganya Rp350 juta/unit. Itu tiga kali musim panen sudah kembali,” ujar Abi.
Di Pulau Jawa penggunaan combine harvester juga mulai marak. Di Cilacap, Jateng berkembang Asosiasi Alsin Indonesia yang sukses mengelola jasa penyewaan alat dan mesin pertanian mulai dari pengolah tanah hingga pengering padi. Keuntungannya pun cukup menggiurkan. Serupa Cilacap, di Lamongan, Jatim juga ada petani pengguna dan penyewa combine harvester. Ia mengaku cukup 3-4 kali musim panen atau sekitar 1,5-2 tahun kembali modal pembelian combine harvester.
Modifikasi
Cukup banyak ragam jenis combine harvester yang ditawarakan di pasar dari buatan lokal hingga mancanegara. Di antaranya combine harvester rakitan BBPMP dan PT Om Hwahaha.
Combine harvester kreasi BBPMP bersifat spesifik lokasi untuk lahan di Indonesia yang umumnya berupa lahan sawah irigasi. Jika drainasenya jelek, tidak semua mesin harvester bisa masuk. Gaya tekan combine harvester yang umum beredar di pasaran sekitar 0,20 kg/cm2. Sedangkan gaya tekan Indo Combine Harvester milik BBPMP hanya sebesar 0,13 kg/cm2. “Itu keunggulan hasil rekayasa kami. Kaki masuk 30 cm masih bisa dioperasikan. Lebih ringan dibanding banyak yang ada di pasaran,” papar Abi.
Makin kecil gaya tekan mesin ke permukaan tanah akan memperkecil peluang terjadinya mesin terperosok ke dalam tanah. Ir. Cicik Sriyanto, Kepala Seksi Kerjasama BBPMP mengungkapkan, pertimbangan ini sangat penting karena umumnya kondisi sawah di Indonesia memiliki fasilitas infrastruktur drainase yang jelek sehingga tanahnya lembek. Selain itu, “Dengan lebar kerja 1,2 m, Indo Combine Harvester sangat cocok untuk petakan sawah yang sempit,” imbuhnya.
Sementara, mesin pascapanen rakitan PT Om Hwahaha bersifat multifungsi. Selain bisa menanam, juga bisa untuk membajak, serta dapat berfungsi sebagai mesin rotary untuk mengggemburkan tanah. “Kami memproduksi mesin panen dengan sistem roda yang dapat diganti untuk berjalan di jalan raya sehingga pengguna tidak perlu kendaraan pengangkut. Kami juga telah mematenkannya karena belum ada mesin panen multifungsi seperti ini baik di dalam maupun luar negeri,” terang Shinta sambil berpromosi PT Om Hwahaha sebagai produsen pertama mesin panen padi multifungsi di Indonesia.
Cicik mengingatkan, sebelum memperkenalkan alat pascapanen di suatu daerah, produsen harus melihat kondisi spesifik lokasi. Kondisi infrastruktur seperti tidak adanya jalan yang memadai menjadi salah satu pertimbangan. Kondisi lokasi juga akan menentukan desain combine harvesteryang digunakan. “Ukuran besar-kecil alat, jenis combine manual atau mekanik,” imbuh Raswin.
Jika combine harvester sudah dimiliki, yang paling utama adalah cara merawatnya. Mesin yang telah dipakai, ujar Shinta, harus segera disemprot untuk menghilangkan lumpur yang menempel. Selanjutnya, tambahkan grease (gemuk) atau oli untuk bagian yang diperlukan. Lakukan penggantian oli secara berkala sesuai ketentuan agar mesin tidak cepat rusak.
Menjamin Ketahanan Pangan
Untuk menjamin ketahanan pangan yang lebih pasti, pemerintah harus memiliki fasilitas pergudangan yang terkontrol dan mencukupi buat menyimpan hasil panen. Sebelum disimpan, gabah harus dikeringkan terlebih dahulu hingga mencapai kadar air 14% agar tidak rusak ketika disimpan dan digiling.
Gabah yang dikeringkan dengan dryersistem resirkulasi akan menghasilkan kadar air dan tingkat kekeringan merata. Menurut Raswin, penyelamatan beras rusak (broken) yang dikeringkan dengan dryersebesar 5%-10% yang terjadi akibat daripada dikeringkan secara manual di lantai jemur. Beras rusak ini terjadi akibat proses pengeringan yang tidak merata, pengadukan, hingga terinjak-injak saat proses pengadukan.
Selanjutnya, sambung Mohamach, pengeringan harus berorientasi ke bioenergi, seperti sekam, bonggol jagung, hingga cangkang kelapa sawit. “Jangan pakai solar atau minyak tanah. Orientasinya harus energi yang terbarukan,” cetusnya. Penggunaan bioenergi, timpal Raswin, lebih menghemat pemakaian bahan bakar.Dryer hanya membutuhkan 100-150 kg sekam/jam dengan harga sekitar Rp60/kg. Sedangkan menggunakan minyak tanah mencapai 48 lt/jam dengan harga sekitar Rp10 ribu/lt.
Untuk penyimpanan sekaligus stok pangan nasional, Raswin menyarankan penggunaan silo. Karena, “Gabah lebih bersih, terjamin mutunya selama dalam penyimpanan tanpa menggunakan karung sehingga hemat biaya, dapat mengawasi suhu gabah untuk menjamin mutu gabah tidak rusak dalam waktu lama sekitar 2-3 tahun, proses pemindahan gabah yang sangat cepat: 60-25O ton/jam,” paparnya.
Beras Prima
Beras prima dengan harga jual bagus dihasilkan dari mesin beras (RMU) yang bagus dan berkapasitas besar. “Mesin proses beras dalam kapasitas besar dapat menyerap produksi padi yang lebih terjamin,” ulas Raswin.
Menurut Fikri, proses penggilingan padi ada tiga tahap utama, yaitu pembersihan (cleaner), pengolahan, dan pemisahan (grading). Tahap pertama, gabah yang telah kering dibersihkan dari sisa-sisa jerami dan benda asing lainnya, seperti plastik. Tahap kedua, gabah akan dibuka dan pecahkan kulitnya untuk menghasilkan beras. “Apakah akan dijadikan beras putih atau merah, kulit arinya masih disisakan atau tidak, di sini tempatnya,” terang Fikri. Pada tahap ini beras akan dipoles (polish) menjadi beras bening dan mengkilap.
Tahap ketiga, grading bertujuan memisahkan beras utuh dengan beras rusak karena patah. Menurut Fikri, grading merupakan titik kontrol kualitas. Sebab selain ukuran, pada tahap ini juga beras disortir berdasarkan kualitas warnanya menggunakan mesin color sorter. “Misalkan beras yang standar kita bagus warnanya bening mengkilap, beras yang nggak disortir warnanya kuning, merah, hijau, dan hitam,” ia menjabarkan. Selanjutnya akan dihasilkan beras kualitas prima yang siap dipasarkan. Sedangkan beras kualitas jelek masih bisa diolah untuk makanan ternak.
Raswin menambahkan, RMU yang bagus harus disertakan dengan fasilitas conveyor (peralatan pemindahan) yang sesuai untuk menjamin processing flow (alur pengolahan) yang merata. Penggunaan RMU juga harus tepat waktu, tepat sasaran, dan memiliki kapasitas sama rata untuk menghasilkan beras kualitas prima.
source:
http://www.agrina-online.com/redesign2.php?rid=7&aid=4802
-Suryati Purba
13307
http://www.agrina-online.com/redesign2.php?rid=7&aid=4802
-Suryati Purba
13307
Tidak ada komentar:
Posting Komentar